Suatu hari, seorang anak laki-laki miskin
yang hidup sebagai pedagang asongan dari pintu ke pintu kehabisan uang.
Kondisinya saat itu sangat lapar. Anak lelaki tersebut memutuskan untuk
meminta makanan dari rumah berikutnya. Akan tetapi, dia kehilangan
keberanian saat seorang ibu muda, seorang istri pejabat, membukakan
pintu. Anak itu tidak jadi meminta makanan, ia hanya berani meminta
segelas air. Ibu muda tersebut melihat dan berfikir bahwa anak lelaki
itu pasti lapar.
Oleh karena itu, ia membawakan segelas
besar susu. Kemudian, anak lelaki tersebut meminumnya dengan lahap dan
bertanya, “Berapa saya harus membayar untuk segelas besar susu ini?”
Ibu itu menjawab, “Kamu tidak perlu
membayar apa pun, orang tua kami mengajarka untuk tidak menerima bayaran
jika melakukan suatu kebaikan”, kata ibu itu menambahkan. Sambil menghabiskan susunya, anak lelaki
tersebut berkata dalam hatinya, “Dari hatiku yang terdalam, aku sangat
simpati pada ibu yang berbaik hati ini, dia tidak sombong sekalipun
istri pejabat!”
Beberapa puluh tahun kemudian, ibu muda
dahulu kini sudah lanjut usia, ia mengalami sakit yang sangat kritis.
Balai pengobatan sudah tidak mampu lagi mengobati penyakit
komplikasinya, apalagi saat ini ia berstatus janda seorang pensiunan
kereta api. Atas saran keluarganya, si wanita ini dipindahkan ke Rumah
Sakit Umum Pemerintah yang ada dikota terebut untuk diobservasi. Namun,
tetap saja tidak dapat diobati. Akhirnya, dengan menjual barang-barang
yang tersisa dan atas bantuan saudara-saudaranya, ibu tersebut dikitim
ke ibukota karena disana ada dokter yang mampu mengobati penyakit
komplikasinya itu.
Dr. Sobur Nurjaman Ali dipanggil untuk
melakukan pemeriksaan. Pada saat ia mendengar nama kota asal si ibu
tersebut, terbersit seberkas pancaran aneh pada mata Dr. Sobur. Segera
ia bangkit mengenakan jubah dokternya dan bergegas turun melalui aula
rumah sakit menuju kamar si wanita itudirawat. Ia langsung mengenali
wajah wanita itu dengan sekali pandang. Dr sobur kemudian kembali ke ruang konsultasi dan memutuskan melakukan serangkaian medical check up total serta terapi-terapi medis lainnya.
“Pokoknya, ibu tersebut harus sembuh,”
demikian obsesinya. Mulai hari itu, si ibu yang tergolek lemah tersebut
menjadi perhatian Dr. Sobur dengan kasih sayang yang tulus. Memasuki
bulan ketiga dirumah sakit tersebut ternyata si ibu benar-benar sembuh. Lalu, Dr. Sobur meminta bagian keuangan
rumah sakit untuk mengirimkan seluruh tagihan biaya pengobatan kepadanya
guna persetujuan. Dr. Sobur melihatnya, dan menuliskan sesuatu pada
pojok atas lembar tagihan tersebut. Ia sangat yakin bahwa ibu ini tidak
akan mampu membayar tagihan tersebut walaupun harus dicicil seumur
hidupnya.
Lembar tagihan akhirnya sampai ke tangan
ibu yang malang itu, dengan rasa was-was ia memberanikan diri membaca
tagihan yang disodorkan bagian keuangan. Disana tertera rincian biaya
yang dikeluarkan selama ia menjalani pengobatan. Akan tetapi, ada
sesuatu yang menarik perhatiannya pada pojok lembar tagihan tersebut. Ia
membaca tulisan yang berbunyi : “Telah dibayar lunas dengan segelas besar susu!“ Tertanda: Dr. Sobur Nurjaman Ali.
***
Ketika ditanya, apa yang paling membuat
kebahagiaan manusia saat ini. Mungkin jawaban yang paling tepat adalah
dengan memberi kebahagiaan bagi orang lain. Memberi memang lebih indah
daripada menerima. Memberi merupakan wujud kerendahan hati kita di
hadapan Sang Pencipta. Bahkan, seorang kien pernah bertutur: “Kalaulah setiap orang di perusahaan maumemberi dan tidak berharap menerima, niscaya perusahaan tersebut akan kuat dan survive!“
Memberi berarti melakukan inisiatif pertama tanpa mengharapkan balasannya, karena apa yang dilakukan telah diperhitungkan oleh Sang Pencipta sebagai bagian dari amal perbuatan terhadap sesama. Para Psikolog di Eropa telah melakukan serangkaian percobaan longitudinal dan menarik kesimpulan bahwa orang yang selalu memberi tanpa berharap balasannya ternyata memiliki daya tahan mental yang tinggi, lebih mampu menghadapi cobaan hidup, dan terhindar dari penyakit yang diakibatkan oleh stres.
Tidak selamanya hidup ini stabil, ada
saatnya kita mengalami goncangan hidup. Jabatan, kekayaan, dan fasilitas
yang dimiliki saat ini merupakan “baju” yang bisa dilepas setiap saat.
Namun, kebahagiaan yang diperoleh melalui memberi dengan tulus adalah
sesuatu yang abadi.
Zig Ziglar pernah mengatakan, “Kita
semua pernah melemparkan batu kedalam kolam atau danau dan mengamati,
sementara lingkaran yang semakin besar terbentuk pada airnya.” Apa
yang diberikan, baik itu berupa senyuman, pujian yang tulus, perhatian,
ucapan, bahkan materi yang dimiliki secara langsung atau tidak langsung
akan memberi dampak yang besar baik bagi si penerima maupun si pemberi.
Segelas susu yagn diberikan si ibu muda tadi telah memberikan dampak luar biasa bagi seorang anak yang ternyata adalah Dr. Sobur Burjaman. Ketikan memberi segelas susu begi seorang anak miskin tersebut, si ibu tidak berfikir balasan yang akan diperoleh dari anak tersebut sekarang maupun nanti. Semua sudah ada yang mengatur. Memberi dari kekurangan kita, disinilah pemaknaan hidup yang lebih tinggi lagi.
Kii, apa yang kita miliki saat ini sudah
saatnya kita bagikan pada orang lain. Bukankan semua yang kita miliki
saat ini, sebagian adalah milik orang-orang yang memerlukannya, yang
memang seharusnya kita berikan? mari kita memberi, karena perbedaan
antara pengertian hemat dan pelit hanya dibatasi oleh selaput yang
sangat tipis. Selamat memberi!
http://nitnetharia.wordpress.com/2012/03/07/inspiratif-segelas-susu/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar