Halaman

Rabu, 08 Agustus 2012

Kritik Do'a Buka Puasa Allahumma Laka Shumtu..

doa buka puasaPerlu diketahui bersama bahwa ketika berbuka puasa adalah salah satu waktu terkabulnya do’a. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ثَلاَثَةٌ لاَ تُرَدُّ دَعْوَتُهُمُ الإِمَامُ الْعَادِلُ وَالصَّائِمُ حِينَ يُفْطِرُ وَدَعْوَةُ الْمَظْلُومِ

Ada tiga orang yang do’anya tidak ditolak : (1) Pemimpin yang adil, (2) Orang yang berpuasa ketika dia berbuka, (3) Do’a orang yang terdzolimi.” (HR. Tirmidzi no. 2526 dan Ibnu Hibban 16/396. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih). Ketika berbuka adalah waktu terkabulnya do’a karena ketika itu orang yang berpuasa telah menyelesaikan ibadahnya dalam keadaan tunduk dan merendahkan diri. (Lihat Tuhfatul Ahwadzi, 7/194)

Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika berbuka beliau membaca do’a berikut ini,

ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتِ الْعُرُوقُ وَثَبَتَ الأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ

Dzahabadh zhoma’u wabtallatil ‘uruqu wa tsabatal ajru insya Allah (artinya: Rasa haus telah hilang dan urat-urat telah basah, dan pahala telah ditetapkan insya Allah)” (HR. Abu Daud no. 2357. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan)

Adapun do’a berbuka yang tersebar di tengah-tengah kaum muslimin yaitu,

اللَّهُمَّ لَكَ صُمْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ

Allahumma laka shumtu wa ‘ala rizqika afthortu (Ya Allah, kepada-Mu aku berpuasa dan kepada-Mu aku berbuka)

Riwayat di atas dikeluarkan oleh Abu Daud dalam sunannya no. 2358, dari Mu’adz bin Zuhroh. Mu’adz adalah seorang tabi’in. Sehingga hadits ini mursal (di atas tabi’in terputus). Hadits mursal merupakan hadits dho’if karena sebab sanad yang terputus. Syaikh Al Albani pun berpendapat bahwasanya hadits ini dho’if. (Lihat Irwaul Gholil, 4/38)
Hadits semacam ini juga dikeluarkan oleh Ath Thobroni dari Anas bin Malik. Namun sanadnya terdapat perowi dho’if yaitu Daud bin Az Zibriqon, di adalah seorang perowi matruk (yang dituduh berdusta). Berarti dari riwayat ini juga dho’if. Syaikh Al Albani pun mengatakan riwayat ini dho’if. (Lihat Irwaul Gholil, 4/37-38)
Di antara ulama yang mendho’ifkan hadits semacam ini adalah Ibnu Qoyyim Al Jauziyah. (Lihat Zaadul Ma’ad, 2/45)

Kesimpulannya, do’a “Allahumma laka shumtu ...” berasal dari hadits hadits dho’if (lemah). Sehingga cukup do’a shahih yang kami sebutkan di atas yang hendaknya jadi pegangan dalam amalan.
Semoga sajian singkat ini bermanfaat.

Diselesaikan di Panggang-GK, 30 Rajab 1431 H (12/07/2010)
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Puasa Karena Iman dan Ikhlas

puasa_ikhlas"Barangsiapa berpuasa karena iman dan ikhlas, maka dosanya yang telah lalu akan diampuni." Kalimat di atas adalah kutipan dari hadits Abu Hurairah di mana Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

Barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari Allah maka dosanya di masa lalu pasti diampuni”. (HR. Bukhari dan Muslim)

Ibnu Baththol rahimahullah mengatakan, “Yang dimaksud karena iman adalah membenarkan wajibnya puasa dan ganjaran dari Allah ketika seseorang berpuasa dan melaksanakan qiyam ramadhan. Sedangkan yang dimaksud “ihtisaban” adalah menginginkan pahala Allah dengan puasa tersebut dan senantiasa mengharap wajah-Nya." (Syarh Al Bukhari libni Baththol, 7: 22). Intinya, puasa yang dilandasi iman dan ikhlas itulah yang menuai balasan pengampunan dosa yang telah lalu.
Salah seorang ulama di kota Riyadh, Syaikh 'Ali bin Yahya Al Haddady hafizhohullah memberikan faedah tentang hadits di atas:
  1. Amalan yang dilakukan seseorang tidaklah manfaat sampai ia beriman kepada Allah dan mengharapkan pahala dari Allah (baca: ikhlas). Jika seseorang melakukan amalan tanpa ada dasar iman seperti kelakuan orang munafik atau ia melakukannya dalam rangka riya' )(ingin dilihat orang lain) atau sum'ah (ingin didengar orang lain) sebagaimana orang yang riya', maka yang diperoleh adalah rasa capek dan lelah saja. Kita berlindungi pada Allah dari yang demikian.
  2. Sebagaimana orang yang beramal akan mendapatkan pahala dan ganjaran, maka merupakan karunia Allah ia pun mendapatkan anugerah pengampunan dosa -selama ia menjauhi dosa besar-.
  3. Keutamaan puasa Ramadhan bagi orang yang berpuasa dengan jujur dan ikhlas adalah ia akan memperoleh pengampunan dosa yang telah lalu sebagai tambahan dari pahala besar yang tak hingga yang ia peroleh.
  4. Sebagaimana ditunjukkan dalam hadits yang lain, pengampunan dosa yang dimaksudkan di sini adalah pengampunan dosa kecil. Adapun pengampunan dosa besar maka itu butuh pada taubat yang khusus sebagaimana diterangkan dalam hadits Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Di antara shalat yang lima waktu, di antara Jum'at yang satu dan Jum'at yang berikutnya, di antara Ramadhan yang satu dan Ramadhan berikutnya, maka itu akan menghapuskan dosa di antara dua waktu tadi selama seseorang menjauhi dosa besar." (HR. Muslim).

Kotagede, 24 Sya'ban 1432 H (26/07/2011)
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel www.muslim.or.id. dipublish ulang oleh www.rumaysho.com

Puasa Tetapi Tidak Berjilbab

puasa_jilbab_ramadhan Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Kita telah mengetahui bersama mengenakan jilbab adalah suatu hal yang wajib. Sebagaimana kewajibannya telah disebutkan dalam Al Qur'an dan hadits sebagai pedoman hidup kita. Namun kenyataaan di tengah-tengah kita, masih banyak yang belum sadar akan jilbab termasuk pada bulan Ramadhan. Tulisan ini akan menjelaskan bagaimanakah status puasa wanita yang tidak berjilbab. Semoga bermanfaat.

Kewajiban Mengenakan Jilbab

Allah Ta'ala berfirman,
 
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا

"Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Ahzab: 59). Jilbab bukanlah penutup wajah, namun jilbab adalah kain yang dipakai oleh wanita setelah memakai khimar. Sedangkan khimar adalah penutup kepala.
Allah Ta’ala juga berfirman,

وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا

Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya.” (QS. An Nuur [24] : 31).
Berdasarkan tafsiran Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Atho’ bin Abi Robbah, dan Mahkul Ad Dimasqiy bahwa yang boleh ditampakkan adalah wajah dan kedua telapak tangan. (Lihat Jilbab Al Mar’ah Al Muslimah, Amru Abdul Mun’im, hal. 14).

Orang yang tidak menutupi auratnya artinya tidak mengenakan jilbab diancam dalam hadits berikut ini. Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُونَ بِهَا النَّاسَ وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيلاَتٌ مَائِلاَتٌ رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لاَ يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلاَ يَجِدْنَ رِيحَهَا وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ كَذَا وَكَذَا

Ada dua golongan dari penduduk neraka yang belum pernah aku lihat: [1] Suatu kaum yang memiliki cambuk seperti ekor sapi untuk memukul manusia dan [2] para wanita yang berpakaian tapi telanjang, berlenggak-lenggok, kepala mereka seperti punuk unta yang miring. Wanita seperti itu tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya, walaupun baunya tercium selama perjalanan sekian dan sekian.” (HR. Muslim no. 2128). Di antara makna wanita yang berpakaian tetapi telanjang dalam hadits ini adalah: (1) Wanita yang menyingkap sebagian anggota tubuhnya, sengaja menampakkan keindahan tubuhnya. Inilah yang dimaksud wanita yang berpakaian tetapi telanjang; (2) Wanita yang memakai pakaian tipis sehingga nampak bagian dalam tubuhnya. Wanita tersebut berpakaian, namun sebenarnya telanjang (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim,  17: 190-191).

Dalil-dalil di atas menunjukkan bahwa wajibnya wanita mengenakan jilbab dan ancaman bagi yang membuka-buka auratnya. Aurat wanita adalah seluruh tubuhnya kecuali wajah dan telapak tangan. Bahkan dapat disimpulkan bahwa berpakaian tetapi telanjang alias tidak mengenakan jilbab termasuk dosa besar. Karena dalam hadits mendapat ancaman yang berat yaitu tidak akan mencium bau surga. Na'udzu billahi min dzalik.

Puasa Harus Meninggalkan Maksiat

Setelah kita tahu bahwa tidak mengenakan jilbab adalah suatu dosa atau suatu maksiat, bahkan mendapat ancaman  yang berat, maka keadaan tidak berjilbab tidak disangsikan lagi akan membahayakan keadaan orang yang berpuasa. Kita tahu bersama bahwa maksiat akan mengurangi pahala orang yang berpuasa, walaupun  status puasanya sah. Yang bisa jadi didapat adalah rasa lapar dan haus saja, pahala tidak diperoleh atau berkurang karena maksiat. Bahkan Allah sendiri tidak peduli akan lapar dan haus yang ia tahan. Kita dapat melihat dari dalil-dalil berikut:

Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِى أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ

Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta malah mengamalkannya, maka Allah tidak butuh dari rasa lapar dan haus yang dia tahan.” (HR. Bukhari no. 1903).

Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَيْسَ الصِّيَامُ مِنَ الأَكْلِ وَالشَّرَبِ ، إِنَّمَا الصِّيَامُ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ ، فَإِنْ سَابَّكَ أَحَدٌ أَوْ جَهُلَ عَلَيْكَ فَلْتَقُلْ : إِنِّي صَائِمٌ ، إِنِّي صَائِمٌ
Puasa bukanlah hanya menahan makan dan minum saja. Akan tetapi, puasa adalah dengan menahan diri dari perkataan sia-sia dan kata-kata kotor. Apabila ada seseorang yang mencelamu atau berbuat usil padamu, katakanlah padanya, “Aku sedang puasa, aku sedang puasa”. (HR. Ibnu Khuzaimah 3: 242. Al A’zhomi mengatakan bahwa sanad hadits tersebut shahih)

Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu 'anhu berkata, “Seandainya engkau berpuasa maka hendaknya pendengaran, penglihatan dan lisanmu turut berpuasa, yaitu menahan diri dari dusta dan segala perbuatan haram serta janganlah engkau menyakiti tetanggamu. Bersikap tenang dan berwibawalah di hari puasamu. Janganlah kamu jadikan hari puasamu dan hari tidak berpuasamu sama saja.” (Latho’if Al Ma’arif, 277).

Mala ‘Ali Al Qori rahimahullah berkata, “Ketika berpuasa begitu keras larangan untuk bermaksiat. Orang yang berpuasa namun melakukan maksiat sama halnya dengan orang yang berhaji lalu bermaksiat, yaitu pahala pokoknya tidak batal, hanya kesempurnaan pahala yang tidak ia peroleh. Orang yang berpuasa namun bermaksiat akan mendapatkan ganjaran puasa sekaligus dosa karena maksiat yang ia lakukan.” (Mirqotul Mafatih Syarh Misykatul Mashobih, 6: 308).

Al Baydhowi rahimahullah mengatakan, “Ibadah puasa bukanlah hanya menahan diri dari lapar dan dahaga saja. Bahkan seseorang yang menjalankan puasa hendaklah mengekang berbagai syahwat dan mengajak jiwa pada kebaikan. Jika tidak demikian, sungguh Allah tidak akan melihat amalannya, dalam artian tidak akan menerimanya.” (Fathul Bari, 4: 117).

Penjelasan di atas menunjukkan sia-sianya puasa orang yang bermaksiat, termasuk dalam hal ini adalah wanita yang tidak berjilbab ketika puasa. Oleh karenanya, bulan puasa semestinya bisa dijadikan moment untuk memperbaiki diri. Bulan Ramadhan ini seharusnya dimanfaatkan untuk menjadikan diri menjadi lebih baik. Pelan-pelan di bulan ini bisa dilatih untuk berjilbab. Ingatlah sebagaimana kata ulama salaf, "Tanda diterimanya suatu amalan adalah kebaikan membuahkan kebaikan."

Belum Mau Berjilbab

Beralasan belum siap berjilbab karena yang penting hatinya dulu diperbaiki?
Kami jawab, "Hati juga mesti baik. Lahiriyah pun demikian. Karena iman itu mencakup amalan hati, perkataan dan perbuatan. Hanya pemahaman keliru dari aliran Murji'ah yang menganggap iman itu cukup dengan amalan hati ditambah perkataan lisan tanpa mesti ditambah amalan lahiriyah. Iman butuh realisasi dalam tindakan dan amalan"
Beralasan belum siap berjilbab karena mengenakannya begitu gerah dan panas?
Kami jawab, "Lebih mending mana, panas di dunia karena melakukan ketaatan ataukah panas di neraka karena durhaka?" Coba direnungkan!
Beralasan belum siap berjilbab karena banyak orang yang berjilbab malah suka menggunjing?
Kami jawab, "Ingat tidak bisa kita pukul rata bahwa setiap orang yang berjilbab seperti itu. Itu paling hanya segelintir orang yang demikian, namun tidak semua. Sehingga tidak bisa kita sebut setiap wanita yang berjilbab suka menggunjing."
Beralasan lagi karena saat ini belum siap berjilbab?
Kami jawab, "Jika tidak sekarang, lalu kapan lagi? Apa tahun depan? Apa dua tahun lagi? Apa nanit jika sudah pipi keriput dan rambut ubanan? Inilah was-was dari setan supaya kita menunda amalan baik. Jika tidak sekarang ini, mengapa mesti menunda berhijab besok dan besok lagi? Dan kita tidak tahu besok kita masih di dunia ini ataukah sudah di alam barzakh, bahkan kita tidak tahu keadaan kita sejam atau semenit mendatang. So ... jangan menunda-nunda beramal baik. Jangan menunda-nunda untuk berjilbab."
Perkataan Ibnu 'Umar radhiyallahu 'anhuma berikut seharusnya menjadi renungan,

إِذَا أَمْسَيْتَ فَلاَ تَنْتَظِرِ الصَّبَاحَ ، وَإِذَا أَصْبَحْتَ فَلاَ تَنْتَظِرِ الْمَسَاءَ ، وَخُذْ مِنْ صِحَّتِكَ لِمَرَضِكَ ، وَمِنْ حَيَاتِكَ لِمَوْتِكَ

"Jika engkau berada di waktu sore, maka janganlah menunggu pagi. Jika engkau berada di waktu pagi, janganlah menunggu waktu sore. Manfaatkanlah masa sehatmu sebelum datang sakitmu dan manfaatkanlah hidupmu sebelum datang matimu." (HR. Bukhari no. 6416). Hadits ini menunjukkan dorongan untuk menjadikan kematian seperti berada di hadapan kita sehingga bayangan tersebut menjadikan kita bersiap-siap dengan amalan sholeh. Juga sikap ini menjadikan kita sedikit dalam berpanjang angan-angan. Demikian kata Ibnu Baththol ketika menjelaskan hadits di atas.
Moga di bulan penuh barokah ini, kita diberi taufik oleh Allah untuk semakin taat pada-Nya. Wallahu waliyyut taufiq.

Panggang-Gunung Kidul, 4 Ramadhan 1432 H (04/08/2011)
www.rumaysho.com

Rabu, 01 Agustus 2012

Jumlah Ayat Al-Quran bukan 6666


Segala puji bagi Allah Rabb semesta Alam, hanya kepada-Nya kami menyembah, dan hanya kepada-Nya kami meminta pertolongan. Kami bersaksi tidak ada Ilah yang berhak disembah kecuali Allah Subhanallahu wa Ta’ala dan kami bersaksi bahwa Muhammad adalah Rasul dan hamba Allah.

Sebuah fenomena yang sangat mengiris hati ketika banyak manusia hijrah meninggalkan al Quran, orang-orang tak berilmu berfatwa hanya sekedar pendapat belaka dan hanya mengikuti orang-orang sebelumnya yang tidak memberikan manfaat sediktpun kecuali hanyalah kemudharatan.

Pertanyaan yang memberikan keheranan, Apakah benar jumlah ayat dalam Al Quran 6666? Ada yang menjawab “benar” dengan argument “saya pernah mendengar bahwa jumlahnya memang 6666”, atau “Benar, kata al ustadz saya jumlah al Quran 6666”, ada lagi yang menjawab “yang saya yakin, pokoknya di atas 6000”, bahkan ada juga yang menjawab “saya tidak tahu”

Penelitian kecil yang saya lakukan dalam rangka keprihatinan saya terhadap fenomena-fenomena tersebut sekaligus insya Allah akan mejawab pertanyaan mengenai jumlah ayat dalam Al Quran, penelitian ini saya lakukan dengan menghitung secara langsung ayat-ayatnya dan menjumlahkannya dari tiap-tiap surat dan yang kedua dengan melihat headline awal surat, mushaf yang saya gunakan adalah mushaf “alquran dan terjemahan departemen agama republic Indonesia tahun 1990”
Berikut hasil penelitian saya :

I. metode menghitung jumlah ayat Al Quran dengan menghitung ayat per ayat dari tiap surat secara langsung
• 1. Al Fatihah  : 7
• 2. Al Baqarah : 286
• 3. Ali Imran : 200
• 4. An Nisaa : 176
• 5. Al Maidah : 120
• 6. Al An’am : 165
• 7. Al A’raf : 206
• 8. Al Anfaal : 75
• 9. At Taubah : 129
• 10. Yunus : 109
• 11. Huud : 123
• 12. Yusuf : 111
• 13. Ar Ra’d : 43
• 14. Ibrahim : 52
• 15. Al Hijr : 99
• 16. An Nahl : 128
• 17. Al Israa’ : 111
• 18. Al Kahfi : 110
• 19. Maryam : 98
• 20. Thaahaa : 135
• 21. Al Anbiyaa’ : 112
• 22. Al Hajj : 78
• 23. Al Mu’minuun : 118
• 24. An Nuur : 64
• 25. Al Furqaan : 77
• 26. Asy Syu’araa : 227
• 27. An Naml  : 93
• 28. Al Qashash : 88
• 29. Al ‘Ankabuut : 69
• 30. Ar Ruum : 60
• 31. Luqman : 34
• 32. As Sajdah : 30
• 33. Al Ahzab : 73
• 34. Saba’ : 54
• 35. Faathir : 45
• 36. Yaa Siin : 83
• 37. Ash-Shaaffat : 182
• 38. Shaad : 88
• 39. Az-Zumar : 75
• 40. Al Mu’min : 85
• 41. Fush Shilat : 54
• 42. Asy Syuura : 53
• 43. Az Zukhruf : 89
• 44. Ad Dukhaan : 59
• 45. Al Jaatsiyah : 37
• 46. Al Ahqaaf  : 35
• 47. Muhammad : 38
• 48. Al Fat-h : 29
• 49. Al Hujuraat : 18
• 50. Qaaf : 45
• 51. Adz-Dzaariya : 60
• 52. Ath-Thuur : 49
• 53. An-Najm : 62
• 54. Al-Qamar : 55
• 55. Ar Rahmaan : 78
• 56. Al Waaqi’ah : 96
• 57. Al Hadiid : 29
• 58. Al Mujaadila : 22
• 59. Al Hasyr : 24
• 60. Al Mumtahana : 13
• 61. Ash-Shaff : 14
• 62. Al Jumuah : 11
• 63. Al Munaafiqun : 11
• 64. At Taghaabun : 18
• 65. Ath Thalaaq : 12
• 66. At Tahriim : 12
• 67. Al Mulk : 30
• 68. Al Qalam : 52
• 69. Al Haaqqah : 52
• 70. Al Ma’aarij : 44
• 71. Nuh : 28
• 72. Al Jin : 28
• 73. Al Muzzammil : 20
• 74. Al Muddatsts : 56
• 75. Al Qiyaamah : 40
• 76. Al Insaan : 31
• 77. Al Mursalaat : 50
• 78. An-Naba’ : 40
• 79. An-Naazi’aat : 46
• 80. ‘Abasa : 42
• 81. At-Takwiir : 29
• 82. Al Infithaar : 19
• 83. Al Muthaffif : 36
• 84. Al Insyiqaaq : 25
• 85. Al Buruuj : 22
• 86. Ath-Thaariq : 17
• 87. Al A’laa : 19
• 88. Al Ghaasyiya : 26
• 89. Al Fajr : 30
• 90. Al Balad : 20
• 91. Asy-Syams : 15
• 92. Al Lail : 21
• 93. Adh Dhuhaa : 11
• 94. Alam Nasyrah : 8
• 95. At Tiin : 8
• 96. Al ‘Alaq : 19
• 97. Al Qadr : 5
• 98. Al Bayyinah : 8
• 99. Az Zalzalah : 8
• 100. Al ‘Aadiyaat : 11
• 101. Al Qaari’ah : 11
• 102. At-Takaatsur : 8
• 103. Al ‘Ashr : 3
• 104. Al Humazah : 9
• 105. Al Fiil : 5
• 106. Quraisy : 4
• 107. Al Maa’uun : 7
• 108. Al Kautsar : 3
• 109. Al Kaafiruun : 6
• 110. An-Nashr : 3
• 111. Al-Lahab : 5
• 112. Al Ikhlash : 4
• 113. Al Falaq : 5
• 114. An-Naas  : 6
Total : 6236

II. Metode menghitung jumlah ayat Al Quran dengan menjumlahkan jumlah ayat pada Headline awal surat
• 1. Al Fatihah  : 7
• 2. Al Baqarah : 286
• 3. Ali Imran : 200
• 4. An Nisaa : 176
• 5. Al Maidah : 120
• 6. Al An’am : 165
• 7. Al A’raf : 206
• 8. Al Anfaal : 75
• 9. At Taubah : 129
• 10. Yunus : 109
• 11. Huud : 123
• 12. Yusuf : 111
• 13. Ar Ra’d : 43
• 14. Ibrahim : 52
• 15. Al Hijr : 99
• 16. An Nahl : 128
• 17. Al Israa’ : 111
• 18. Al Kahfi : 110
• 19. Maryam : 98
• 20. Thaahaa : 135
• 21. Al Anbiyaa’ : 112
• 22. Al Hajj : 78
• 23. Al Mu’minuun : 118
• 24. An Nuur : 64
• 25. Al Furqaan : 77
• 26. Asy Syu’araa : 227
• 27. An Naml  : 93
• 28. Al Qashash : 88
• 29. Al ‘Ankabuut : 69
• 30. Ar Ruum : 60
• 31. Luqman : 34
• 32. As Sajdah : 30
• 33. Al Ahzab : 73
• 34. Saba’ : 54
• 35. Faathir : 45
• 36. Yaa Siin : 83
• 37. Ash-Shaaffat : 182
• 38. Shaad : 88
• 39. Az-Zumar : 75
• 40. Al Mu’min : 85
• 41. Fush Shilat : 54
• 42. Asy Syuura : 53
• 43. Az Zukhruf : 89
• 44. Ad Dukhaan : 59
• 45. Al Jaatsiyah : 37
• 46. Al Ahqaaf  : 35
• 47. Muhammad : 38
• 48. Al Fat-h : 29
• 49. Al Hujuraat : 18
• 50. Qaaf : 45
• 51. Adz-Dzaariya : 60
• 52. Ath-Thuur : 49
• 53. An-Najm : 62
• 54. Al-Qamar : 55
• 55. Ar Rahmaan : 78
• 56. Al Waaqi’ah : 96
• 57. Al Hadiid : 29
• 58. Al Mujaadila : 22
• 59. Al Hasyr : 24
• 60. Al Mumtahana : 13
• 61. Ash-Shaff : 14
• 62. Al Jumuah : 11
• 63. Al Munaafiqu : 11
• 64. At Taghaabun : 18
• 65. Ath Thalaaq : 12
• 66. At Tahriim : 12
• 67. Al Mulk : 30
• 68. Al Qalam : 52
• 69. Al Haaqqah : 52
• 70. Al Ma’aarij : 44
• 71. Nuh : 28
• 72. Al Jin : 28
• 73. Al Muzzammil : 20
• 74. Al Muddatsts : 56
• 75. Al Qiyaamah : 40
• 76. Al Insaan : 31
• 77. Al Mursalaat : 50
• 78. An-Naba’ : 40
• 79. An-Naazi’aat : 46
• 80. ‘Abasa : 40 (metode I = 42)
• 81. At-Takwiir : 29
• 82. Al Infithaar : 19
• 83. Al Muthaffif : 36
• 84. Al Insyiqaaq : 25
• 85. Al Buruuj : 22
• 86. Ath-Thaariq : 17
• 87. Al A’laa : 19
• 88. Al Ghaasyiya : 26
• 89. Al Fajr : 30
• 90. Al Balad : 20
• 91. Asy-Syams : 15
• 92. Al Lail : 21
• 93. Adh Dhuhaa : 11
• 94. Alam Nasyrah : 8
• 95. At Tiin : 8
• 96. Al ‘Alaq : 19
• 97. Al Qadr : 5
• 98. Al Bayyinah : 8
• 99. Az Zalzalah : 8
• 100. Al ‘Aadiyaat : 11
• 101. Al Qaari’ah : 11
• 102. At-Takaatsur : 8
• 103. Al ‘Ashr : 3
• 104. Al Humazah : 9
• 105. Al Fiil : 5
• 106. Quraisy : 4
• 107. Al Maa’uun : 7
• 108. Al Kautsar : 3
• 109. Al Kaafiruun : 6
• 110. An-Nashr : 3
• 111. Al-Lahab : 5
• 112. Al Ikhlash : 4
• 113. Al Falaq : 5
• 114. An-Naas  : 6
Total  : 6234

Kesimpulan :

Dengan Hasil penelitian ini kita bisa mengambil beberapa kesimpulan, diantaranya :

1. Perkataan – perkataan yang berkembang yang mengatakan bahwa jumlah ayat Al Quran adalah 6666 telah dilemahkan dengan Hasil penelitian ini yang dilakukan secara ilmiah, bahwa jumlah ayat Al Quran adalah 6236, bukan 6666

Hali ini dikuatkan juga dalam mukaddimah Al Quran dan Terjemahannya terbitan Departemen agama tahun 1990 dalam sub bab perbedaan ayat – ayat makkiyah dan ayat-ayat madaniyyah.
“surat madaniyyah yang merupakan 11/30 dari isi Al Quran ayat-ayatnya berjumlah 1.456, sedang surat Makkiyah yang merupakan 19/30 dari isi Al Quran jumlah ayat-ayatnya adalah 4.780”

Apabila kita jumlahkan 1.456 dan 4.780 maka akan mendapatkan hasil sama dengan 6236

2. Terdapat perbedaan Antar hasil penelitian dengan metode pertama dan metode kedua, dan yang benar adalah metode pertama, karena metode pertama menggunakan perhitungan secara menyeluruh dan mendetail berdasarkan ayat per ayat dalam Tiap-tiap surat
Dengan kata lain,

terdapat Kesalahan cetak yang dilakukan department agama dalam Headline surat A’basa, yang seharusnya ayatnya berjumlah 42, ditulis 40, Sehingga tidak sama antar jumlah ayat berdasarkan perhitungan ayat per ayat dengan perhitungan melalui headline awal surat.

Dan sudah sepatutnya bagi pihak yang bersangkutan untuk melakukan revisi atas hal ini, untuk mencegah kemudharatan yang lebih besar lagi.terima kasih

Semoga Bermanfaat

Penulis  : abu ahmad Al ghuraba
Email  : zuniarsa.entrepreneur@gmail.com
Blog  : http://www.inspirasi-motivasi-ku.co.cc