Dikisahkan, bahwa orang-orang fakir dari kalangan
Muhajirin (sebagian kecil dari Anshar) merasa tidak bisa memperbanyak amal
kebaikan, karena mereka tidak memiliki harta untuk diinfakkan. Padahal mereka
selalu mendengar berbagai ayat dan hadits yang mendorong untuk berinfak, memuji
orang-orang yang berinfak dan menjanjikannya surga yang luanya seluas langit
dan bumi.
Di satu sisi, mereka melihat saudara-saudara
mereka yang kaya berlomba-lomba untuk berinfak. Ada yang menginfakkan seluruh hartanya dan
ada yang menginfakkan separuhnya. Ada
yang memberikan beribu-ribu dinar dan ada juga yang membawa tumpukan hartanya
kepada Rasulullah lalu beliau mendoakannya, memintakan ampunan dan keridlaan
dari Allah untuk mereka.
Fenomena tersebut menggugah jiwa para sahabat
yang miskin. Mereka berharap bisa mendapatkan kelebihan dan keutamaan
sebagaimana yang diperoleh saudara-saudara mereka. Bukan karena dengki dengan
kekayaan yang dimiliki saudaranya, dan bukan semata-mata menginginkan kekayaan.
Tetapi didorong oleh rasa ingin berlomba-lomba dalam kebaikan dan mendekatkan
diri kepada Allah.
Mereka lalu berkumpul dan datang menemui
Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam. Dengan air mata berlinang,
mereka mengadukan kondisi yang dialami lantaran tidak ada sesuatu yang bisa
diinfakkan. Mereka berkata, “Ya Rasulullah, orang kaya telah mendapatkan pahala
yang banyak, sedangkan kami tidak. Mereka shalat sebagaimana kami shalat,
mereka berpuasa sebagaimana kami puasa. Tidak ada kelebihan sama sekali dalam
hal ini. Akan tetapi, mereka lebih dari kami karena mereka bisa berinfak dengan
kelebihan hartanya, sedangkan kami tidak memiliki apapun untuk kami infakkan
untuk menyusul mereka. Padahal, kami benar-benar ingin bisa mencapai kedudukan
mereka. Apa yang perlu kami perbuat?”
Kemudian Rasulullah shallallaahu 'alaihi
wasallam yang memahami keinginan mereka yang begitu kuat untuk mencapai
derajat yang tertinggi di sisi Rabb-nya, dengan sangat bijak memberikan jawaban
yang menenangkan. Yaitu dengan memberitahukan bahwa pintu kebaikan sangat luas.
Ada beberapa
amalan yang menyamai pahala orang yang berinfak, bahkan bisa melebihnya. Beliau
bersabda,
أَوَ لَيْسَ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ
لَكُمْ مَا تَصَّدَّقُونَ إِنَّ بِكُلِّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةً وَكُلِّ تَكْبِيرَةٍ
صَدَقَةً وَكُلِّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةً وَكُلِّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةً وَأَمْرٌ
بِالْمَعْرُوفِ
صَدَقَةٌ وَنَهْيٌ عَنْ مُنْكَرٍ صَدَقَةٌ وَفِي بُضْعِ أَحَدِكُمْ
صَدَقَةٌ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيَأتِي أَحَدُنَا شَهْوَتَهُ وَيَكُونُ
لَهُ فِيهَا أَجْرٌ قَالَ أَرَأَيْتُمْ لَوْ
وَضَعَهَا فِي حَرَامٍ أَكَانَ
عَلَيْهِ فِيهَا وِزْرٌ فَكَذَلِكَ إِذَا وَضَعَهَا فِي الْحَلَالِ كَانَ لَهُ
أَجْرًا
“Bukankah Allah telah menjadikan untuk kalian
apa-apa yang bisa kalian sedekahkan?; Sesungguhnya setiap tasbih (subhanallah)
adalah sedekah, setiap takbir (Allahu akbar) adalah sedekah, setiap tahmid
(Alhamdulillah) adalah sedekah, setiap tahlil (Laa Ilaaha Illallah) adalah
sedekah, menyeru kepada kebaikan adalah sedekah, mencegah dari yang munkar
adalah sedekah, dan bersetubuh dengan istri juga sedekah.” Mereka bertanya,
“Wahai Rasulullah, apakah jika di antara kami menyalurkan hasrat biologisnya
(kepada istrinya) juga mendapat pahala?” Beliau menjawab, “Bukankah jika ia
menyalurkannya pada yang haram akan mendapat dosa? Maka demikian pula jika ia
menyalurkannya pada tempat yang halal, ia akan mendapat pahala.” (HR.
Muslim)
Ketika orang-orang kaya dari sahabat Nabi
mendengar keutamaan dzikir di atas lantas mereka ikut pula mengamalkannya.
Karenanya, orang-orang fakir di atas datang kembali menemui Rasulullah untuk
kedua kalinya. Mereka berkata, “Ya Rasulullah, teman-teman kami yang kaya
mendengar nasihatmu. Lalu mereka melakukan seperti yang kami lakukan.”
Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam menjawab,
ذَلِكَ فَضْلُ اللهِ يُؤْتِيهِ
مَنْ يَشَاءُ
“Itulah karunia Allah yang diberikan kepada
siapa saja yang dikehendaki-Nya . . “ (QS. Al-Maidah: 54)
Subhanallah, begitu luar biasa keadaan para
sahabat Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam, maka pantaslah jika Allah
memilih mereka untuk menemani Nabi-Nya dan memberikan jaminan keridlaan dan
kedudukan mulia di sisi-Nya. Mereka adalah orang sangat kuat semangatnya dan
sangat besar keinginannya untuk beramal shalih dan mengerjakan kebaikan.
Karenanya, jika ada kebaikan yang tidak bisa mereka kerjakan maka mereka
bersedih. Terlebih bila saudara mereka yang lain mampu mengerjakannya.
Sebagaimana kesedihan para fakir mereka yang tidak bisa bersedekah dengan harta
dan tertinggal dari ikut jihad karena kemiskinan mereka.
وَلَا عَلَى الَّذِينَ إِذَا مَا
أَتَوْكَ لِتَحْمِلَهُمْ قُلْتَ لَا أَجِدُ مَا أَحْمِلُكُمْ عَلَيْهِ تَوَلَّوْا
وَأَعْيُنُهُمْ تَفِيضُ مِنَ الدَّمْعِ حَزَنًا أَلَّا يَجِدُوا مَا يُنْفِقُونَ
“Dan tiada (pula dosa) atas orang-orang yang
apabila mereka datang kepadamu, supaya kamu memberi mereka kendaraan, lalu kamu
berkata: "Aku tidak memperoleh kendaraan untuk membawamu", lalu
mereka kembali, sedang mata mereka bercucuran air mata karena kesedihan,
lantaran mereka tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan.” (QS.
Al-Taubah: 92)
Sesungguhnya bersaing dan berlomba-lomba untuk
mendapatkan kebaikan dan melakukan amal shalih adalah diperintahkan. Karena
itu, hendaknya setiap muslim di zaman ini meniru para pendahulu mereka untuk
selalu berlomba-lomba guna mendapatkan kebaikan dan untuk beramal shalih. Allah
Ta’ala berfirman,
وَلَكِنْ لِيَبْلُوَكُمْ فِي مَا
آَتَاكُمْ فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ
“Tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap
pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan.” (QS.
Al-Maidah: 48)
Ayat serupa yang memerintahkan agar bersegera dan
berlomba-lomba dalam kebaikan dan beramal shalih sangat banyak. Dan siapa, di
dunianya, lebih dahulu dalam kebaikan maka di akhriatpun akan menjadi orang
yang lebih dahulu masuk surga. Dan orang-orang yang lebih dahulu dalam amal
ketaatan akan memiliki kedudukan yang lebih tinggi.
Pada ringkasnya bahwa dalam amal ketaatan,
kebaikan dan ibadah harus saling berlomba untuk menjadi terbaik dan mendapatkan
pahala terbesar. Tidak ada itsar (mendahulukan yang lain) dalam hal itu. Itsar
hanya berlaku dalam urusan duniawi. Wallahu a’lam bil-shawab . .
Oleh: Badrul Tamam
http://www.voa-islam.com/islamia/tsaqofah/2010/06/15/7144/berlombalomba-dalam-kebaikan/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar